Hamdan Ballal: Sutradara Film "No Other Land" Hadapi Serangan Penduduk Israel

BARU tiga minggu lalu, Hamdan Ballal Warga Tepi Barat, memperoleh penghargaan Oscar atas kerja sama dengan tiga direktur lainnya dalam proyek bernama "No Other Land". Ketiga direktur tersebut terdiri dari dua orang berasal dari Palestina yakni Hamdan Ballal dan Basel Adra, sementara dua lainnya merupakan warga negara Israel. Yuval Abraham dan Rachel Szor, mengarahkan fokus global pada kesengsaraan penduduk Jalur Gaza yang berada dalam kondisi sulit. pendudukan Israel .

Tetapi, saat Hamdan Ballal kembali ke rumahnya di Susiya, Tepi Barat, sial sudah menyambutnya. Pemukim-pemukim yang tiba bersama pasukan IDF itu kemudian menghajar rumahnya dan memporak-porandakan dirinya secara brutal.

Kejadian itu terjadi di desa Susiya yang ada di wilayah barat daya saat warga sedang melakukan pembreakfastan dalam rangka bulan Ramadhan. "Sejumlah periset memblokir sebuah pertemuan berbuka puasa kolektif," ungkap Jihad Nawajaa, seorang pengurus setempat dari Susiya, lewat sambungan telpon kepada Reuters. Pemuda-pemudi kemudian keluar untuk menghentikan tindakan mereka.

Berbicara kepada Al Jazeera Pada hari Selasa, 25 Maret 2025, Ballal menyampaikan bahwa dia akan merekam serangan oleh para pemukim terhadap rumah tetangganya di Susiya. Kondisi di tempat kejadian semakin tegang.

Ballal mengenali betapa "semakin membahayakannya" kondisi tersebut. Dia kemudian memilih untuk pulang demi memverifikasi apakah rumahnya aman dari serangan. "Saya cuma duduk di luar, siap-siap kalau ada pemukim atau pasukan militer yang mencoba mendekati tempat tinggal saya," ungkapnya saat wawancara dengan Reuters sesudah dilepaskan dari penjara kepolisian.

Warga pendatang datang ke rumahnya. Mereka menggulingkannya ke lantai saat pasukan militer memintanya untuk bangkit dan menyasar senjata padanya. Dia berkata, "Situasi ini sangat konyol, bayangkan jika keluargamu ada di dalam rumahmu dan kamu perlu menjaganya."

Pihak Israel selanjutnya menahan dia, dengan mata dibungkus dan luka-lukanya, di sebuah basis militernya. Di sana, Ballal dipaksakan untuk tetap terjaga dalam cuaca dingin ekstrem, tanpa menerima pertolongan medis yang cukup, serta harus mendengarkan tawa para prajurit tersebut menghinanya.

Ballal percaya bahwa dia akan meninggal dalam genggaman penduduk lokal dan pasukan Israel yang menangkapnya. Pasukan IDF menyatakan bahwa dia telah melemparkan batu ke arah mereka. Namun, Ballal menyangkal tuduhan tersebut. Akhirnya, setelah menerima tekanan dari skala global, dia dilepaskan pada hari berikutnya.

Siapakah Hamdan Ballal?

Dilansir NDTV , Hamdan Ballal Al-Huraini dilahirkan pada tahun 1989 di Susya, sebuah kampung Palestina yang terletak di Pegunungan Hebron Selatan di Wilayah Tepian yang diduduki. Dia pernah menjadi pekerja pertanian, fotografer,aktivis, serta peneliti. Sudah berkeluarga dengan satu orang anak laki-laki.

Dia rela berperan sebagai peneliti di lapangan bagi B'Tselem guna mencatat pelanggaran hak-hak dasar yang berkaitan dengan pendudukan Israel. Ia juga turut serta dalam mendirikan proyek bernama "Manusia Masafer Yatta", bertujuan untuk mengungkapkan cerita-cerita masyarakat Palestina.

Pada tahun 2024, Ballal menjadi sutradara dalam proyek tersebut. No Other Land , adalah sebuah film dokumenter mengenai kekerasan pemukim Israel Dan pertempuran hidup di wilayah diduduki selama masa Masafer Yatta (daerah sengketa) antara tahun 2019 sampai 2023.

Film ini meraih Piala untuk Kategori Film Dokumenter Terbaik di Academy Awards Film ini juga mendapatkan penghargaan untuk Dokumenter Terbaik di British Academy Film Awards yang ke-78. Selain itu, film tersebut berhasil meraih Penghargaan Audiens Panorama serta Anugerah Dokumenter Berlinale dalam ajang Festival Film Internasional Berlin edisi ke-74.

Menjadi Target

Militer Israel menyebutkan bahwa pihak kepolisian dan tentara telah menanggapi setelah warga Palestina membuang batu kepada kendaraan orang Israel sebelum mereka melontarkannya terhadap petugas keamanan Israel.

"Dalam responnya, tentara menggerebek dan menahan tiga individu Palestin yang diduga melempari mereka dengan batu, bersama satu penduduk sipil Israel yang terlibat dalam pertikaian keras itu," demikian keterangan dari militer Israel.

Pernyataan itu menyangkal berita yang menyebutkan bahwa paling tidak ada satu orang dari masyarakat Palestina yang dihentikan sambil menggunakan ambulance. Saat diminta untuk memberi informasi terkini tentang situasi serta keadaan Ballal pada hari Selasa, pihak kepolisian Israel merilis pernyataan yang awalnya disampaikan pasukan militer pada malam hari sebelumnya.

Film "No Other Land," yang mengisahkan evakuasi masyarakat Palestina oleh Israel, serta dikarahkan bersama-sama oleh seorang direktur dari pihak Palestina dan juga Israel, berhasil meraih kemenangan. Piala Oscar Untuk kategori film dokumenter paling baik di Academy Awards tahun ini.

Basel Adra, seorang direktur bersama dalam produksi film itu, menyampaikan keyakinannya bahwa penduduk setempat mungkin sudah memanggil pasukan militer untuk datang ke kediaman keluarga tersebut sebagai tindakan pembalasan terhadap cara film tersebut menampilkan wilayah Masafer Yatta yang letaknya tidak jauh dari tempat peristiwa pada hari Senin lalu.

"Sebab ia mengambil kamera untuk merekam kejadian tersebut, menurut pendapatku ia jadi sasarannya dan akhirnya ditegur seperti itu di waktu malam," ucapnya.

Penyelenggara Oscar Bungkam

Yuval Abraham, salah satu sutradara dari film dokumenter tersebut, mengkritik AS Academy atas kebisuan mereka dalam hal ini. "Sayangnya, meskipun AS Academy baru saja memberikan Oscar kepada kita tiga minggu yang lalu, organisasi itu enggan membela Hamdan Ballal dengan jujur saat ia dianiaya dan disiksa oleh pasukan serta pemukim Israel," ungkap Abraham melalui X, sebagaimana dilansir. The New Arab .

Abraham mengatakan bahwa Ballal dengan tegas menjadi target karena tidak ada tanah lain. Alasan tambahan adalah dia warga Palestina, sama seperti banyak individu lain yang tiada terhitung jumlahnya sering dilupakan setiap harinya. Dia melanjutkan, "Ini sepertinya memberi alasannya kepada Akademi agar tetap tenang saat seorang sutradara yang mereka hargai dan tinggal dalam kondisi pendudukan Israel amat memerlukan dukungan mereka."

Organisasi-organisasi untuk hak-hak sipil menyebutkan bahwa sejak permulaan konflik antara Israel dan Gaza, suatu area Palestina yang terisolir, terdapat peningkatan serangan dari penduduk Israel ke Wilayah Tepi Barat.

Dikuasai oleh Israel mulai tahun 1967, Tepi Barat menjadi tempat hunian untuk kira-kira tiga juta penduduk Palestina dan mendekati separuh juta warganegara Israel yang menetap di permukiman-permukiman yang dilarang secara hukum internasional.

Beberapa negara di Eropa serta pemerintahan mantan Presiden AS, Joe Biden, sudah mengenakan hukuman terhadap penduduk Israel yang bertindak dengan keras. Namun, dibawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Gedung Putih justru menarik kembali hukuman-hukuman itu.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak