Rektor UI Tolak Klaim Bahlil Lahadalia sebagai Alumni

, Jakarta - Rektor Heri Hermansyah dari Universitas Indonesia menyangkal pernyataan yang dibuat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Bahlil Lahadalia telah menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar doktor di Sekolah Kajian Strategis dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).

Menurut Heri, mahasiswa perlu mengikuti tahapan yudisium sebelum dapat menyelesaikan studinya. "Belum ada yang mencapai tahap yudisium tersebut," jelas Heri ketika ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada tanggal 13 Maret 2025.

Pernyataan Heri tidak sesuai dengan perny release oleh Universitas Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2025. Pernyataan tersebut diposting di website UI, yaitu ui.ac.id, menginformasikan bahwa Bahlil Lahadalia telah menyelesaikan sidang promosi doktornya dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UI usai membela tesisnya yang berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia" dalam acara penghargaan doktor yang dilaksanakan di Makara Art Center (MAC) UI.

Pada tanggal 12 Maret 2025, Universitas Indonesia memberikan penjelasan terkait dengan putusan untuk merekomendasikan pencabutan disertasi Bahlil Lahadalia. Menurut Direktur Komunikasi, Hubungan Publik, Kerjasama dengan Pemerintahan, dan Urusan Internasional UI, Arie Afriansyah, kesepakatan tersebut tidak hanya berasal dari rektor saja, tetapi merupakan hasil keputusan bersama antara empat badan penting dalam UI: Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), serta Dewan Guru Besar (DGB).

"Keempat organisasi internal Universitas Indonesia (termasuk Dewan Guru Besar UI) secara serentak dan tanpa ragu mendukung kesepakatan tersebut. Pers konferensinya pun dihadiri bersama oleh Rektor, Ketua Majelis Wajib Anggota, Ketua Senat Akademik, serta Ketua Dewan Guru Besar UI," jelas Arie pada pernyataannya hari Rabu, tanggal 12 Maret 2025.

Pada pernyataan resminya tanggal 12 Maret 2025, Heri menyampaikan bahwa pencabutan status lulusan Bahlil kurang sesuai. Dia menjelaskan ada empat organisasi di Universitas Indonesia yang hingga saat itu masih menantikankan disertasi Bahlil sebelum bisa mendukung kelulusannya.

"Sebab disertasi yang menjadi syarat kelengkapan untuk wisuda masih belum diakui oleh keempat lembaga UI, maka mahasiswa tersebut belum dapat graduate. Keempat institusi ini sudah menyatakan penangguhan kelulusan mahasiswa melalui proses penundaan sidang sampai perbaikan selesai," jelasnya.

Pada surat keputusan yang ditandatangani tanggal 4 Maret 2025, UI menginstruksikan Bahlil untuk melakukan perbaikan terhadap disertasinya serta menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh anggota komunitas akademik universitas tersebut. Hal ini diambil sebagai tindakan kuratif yang lebih rendah tingkatnya dibandingkan dengan anjuran Departemen Graduate Board (DGB) sebelumnya yaitu mencabut status kelulusannya.

Pada saat bersamaan, tim dalam Internal UI yang terkait dengan perselisihan—yakni periset utama, asisten riset utama, Ketua Program Studi di Sekolah Tinggi Ilmu Strategis (STIS), serta ketua departemen—telah menjalani sesi pelatihan. Keputusan ini menyebabkan kekecewaan bagi beberapa kelompok; bahkan ada lulusan UI yang mengkritisi bahwa martabat universitas telah rusak akibat insiden tersebut.

Sebelumnya, kesimpulan tim Sidang Etika Mahasiswa Pascasarjana di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia adalah mencabut status kelulusannya dari tesis Bahlil Lahadalia yang seharusnya telah lolos pada tanggal 16 Oktober 2024 silam.

Dewan Guru Besar UI secara konsisten memegang erat prinsip-prinsip etika dan akan melanjutkan pengawasan atas keputusan tersebut. Dewan berharap agar Rektor UI dapat meneraplikan hukuman seperti yang direkomendasikan sesuai dengan aturan yang ada. Meskipun demikian, apabila rekomendasi dari Dewan tidak dipatuhi oleh rektor, dewan masih menghargai putusan rektor," sebagaimana disebutkan dalam surat tanda tangan tanggal 10 Januari 2025.

Sidang yang dipimpin oleh Harkristuti Harkrisnowo tersebut menyebutkan bahwa panitia pengawas etika sudah melaksanakan tugasnya secara hati-hati, adil, serta dalam batasan otoritasnya. Sebab setidaknya ada empat kesalahan, maka putusan sidang menganjurkan agar Bahlil Lahadalia harus merevisi disertasisinya dengan menggunakan subjek baru yang sesuai dengan pedoman akademik Universitas Indonesia.

Tindakan melanggar aturan termasuk kebohongan dalam mengumpulkan data, dimana data untuk skripsi dicatat tanpa persetujuan dari sumber informasi dan digunakan secara sembunyi-sembunyian. Di samping itu, ada pula pelanggaran terhadap norma-norma pendidikan, dengan Bahlil Lahadalia berhasil lolos tepat waktu meskipun belum mencapai kriteria akademis yang telah ditentukan.

Selanjutnya, rapat tersebut yang mana diikuti oleh 32 profesor itu juga menyebutkan bahwa Bahlil menerima perlakukan istimewa selama proses akademis, mulai dari bantuan dalam pengawasan penelitian, pergantian tiba-tiba anggota tim penguji, sampai kemudahan untuk lulus. Tambahan lagi, ada bentrokan kepentingan sebab sang promotor serta co-promotor mempunyai hubungan profesi dengan aturan-aturan yang dibuat oleh Bahlil ketika ia masih berperan sebagai pegawai negeri.

"Ini menggambarkan betapa seriusnya DGB UI mempertahankan standar akademis dan integritas penelitian, sekaligus menyatakan tegas bahwa pelanggaran akademik tidakakan diterima, tanpa peduli tentang posisi atau latar belakang seseorang," demikian tertulis dalam pesannya.

M. Rizki Yusrial menyumbang untuk penyusunan artikel ini.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak