, Jakarta - Kepala Staf Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka TPNPB-OPM )mengancam pemerintah Indonesia untuk segera melakukan evakuasi bagi semua warganya, termasuk guru dan tenaga medis, dari setiap area di Papua.
Juru bicara TPNPB Sebby Sambom Mengungkapkan bahwa pasukan TPNPB menentang upaya infiltrasi oleh pemerintah melalui penyisipan anggota TNI-Polri, entah itu berperan sebagai guru atau petugas kesehatan.
"Mereka (para guru dan petugas kesehatan di Papua) merupakan intelejen, bukan penduduk biasa," ujar Sebby ketika diwawancara pada hari Jumat, tanggal 4 April 2025.
Menurut Sebby, tuduhan TPNPB tentang para guru dan petugas kesehatan sebagai mata-mata dari TNI-Polri menjadi semakin kuat berdasarkan pengumuman tersebut. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Panglima TNI, pernah menyampaikan bahwa pasukannya di Papua memiliki tugas tambahan sebagai guru dan petugas kesehatan.
Sebby mengatakan bahwa tak ada alasan lain bagi pasukan TPNPB untuk enggan melancarkan serangan ke arah orang-orang yang dinilai sebagai kombatan. Dia sekali lagi mendesak pihak berwenang supaya secepatnya merampungkan evakuasi semua warga negara Indonesia dari wilayah Papua.
"Sebelum kita melancarkan serangan yang lebih besar," katanya.
Professor Penelitian di Pusat Litbang Wilayah, Badan R&D Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas menyatakan bahwa ada beberapa latar belakang yang mendorong milisi TPNPB untuk menjadikan guru dan tenaga kesehatan sebagai sasaran di Papua.
Dia menjelaskan bahwa kesalahan persepsi serta ketakutan militan TPNPB atas kedatangan mereka yang dipandang sebagi representasi pemerintah, mendorong pada perbuatan tersebut. extrajudicial killing masif terjadi di Papua.
"Mereka telah merasakan ketidakyakinan dan kecemasan yang mendalam hingga mencapai puncak, sering kali menuding warga sipil non-asli Papua sebagai mata-mata," ujar Cahyo pada hari Jumat, tanggal 4 April 2025, saat diwawancara.
Namun, menurut Cahyo, meskipun ada rasa keraguan dan kewaspadaan yang kuat di kalangan pasukan TPNPB, serangan terhadap penduduk sipil sama sekali tak bisa diterima dengan alasan apapun.
Dia menambahkan bahwa, dalam insiden serangan di Yahukimo yang mengakibatkan kematian seorang guru, tak ada bukti resmi yang mendukung klaim bahwa para korban merupakan bagian dari intelijen.
"Pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata itu tak bisa disamaratakan bahwa seluruh guru dan petugas kesehatan di Papua merupakan anggota Tentara Nasional Indonesia. Itu pasti salah," katanya.
Chayo menyebut bahwa TNI perlu dengan cepat menetapkan area-area berisiko tinggi konflik di Papua guna mencegah potensi serangan dari TPNPB. Menurutnya, peta tersebut akan membantu TNI lebih efektif dalam memberikan perlindungan kepada para pekerja sipil yang ditempatkan di daerah itu.
"Setara pentingnya, usaha penanganan yang perlu dijalankan melalui pendekatan diskusi, bukannya tindakan kepolisian," ujar Cahyo.
Pada hari Jumat, tanggal 21 Maret kemarin, pasukan TPNPB dari Kodap XVI Yahokimo melakukan serangan di Distrik Anggruk, yang berlokasi di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Serangan tersebut mengakibatkan enam orang guru dikabarkan meninggal dunia.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Candra Kurniawan menyampaikan bahwa para korban ditembak mati dan kemudian dibakar hidup-hidup oleh kelompok militan TPNPB.
Menurut Candra, para korban dibakar saat masih berada di dalam bangunan sekolah. "Mereka (TPNPB) mengarahkan api ke sekolah serta tempat tinggal guru," ungkap Candra.