Menperin: Proyek Kilang Minyak Rp1 Triliun Ini Akan hemat Hingga $9 Miliar dalam Devisa Negara

JAKARTA, Menteri Perindustrisan (Kemenperin) Agus Gumiwang menunjukkan sokohnya terhadap usaha Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang berencana mendirikan sejumlah penggilingan minyak dengan kapasitas keseluruhan mencapai 1 juta barel per hari (bph).

Konstruksi pabrik minyak bertujuan untuk memperkuat keamanan energi serta ketahanan di bidang industri, khususnya dalam sektor petrokimia.

Selain itu, industri petrokimia telah berperan sangat penting dalam menyediakan bahan baku untuk beberapa sektor industri yang lain selama ini.

"Kami sepenuhnya mensupport konstruksi kilang pengilangan ini untuk memperkuat lini hilir industri petrokimia dengan tujuan mencapai penggantian impor, yang juga akan memberikan dampak positif terhadap perluasan nilai tambah dan investasi, serta menambah lapangan pekerjaan," ungkap Menteri Perindustrian Agus dalam rilis resminya Jumat (14/3/2025).

Menurut Menperin, pengembangan kilang minyak tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi nafta yang sangat dibutuhkan sebagai bahan mentah oleh beberapa sektor industri.

"Selain itu, kami menyokong langkah Kepanjangan Agung guna memperbaiki sistem pengelolaan minyak lokal agar dapat meningkatkan efisiensi operasional semua pabrik penyulingan yang terdapat di Indonesia, sehingga mampu menghasilkan bensin dan naftanya," jelasnya.

Menteri Perindustrian percaya bahwa proyek pengembangan refinery tersebut tidak hanya akan membantu mencapai tujuan pemerintah dalam percepatan program hilirisasi, tetapi juga akan menjadi katalisator penting bagi perkembangan sektor industri petrokimia di Indonesia.

"Tentu saja kita akan bekerja sama dengan Kementerian ESDM serta Kementerian Investasi mengenai penambahan kilang pengilangan ini. Proyek pembangunannya akan didistribusikan ke berbagai daerah di seluruh Indonesia," jelasnya.

Harus disadari bahwa nafta adalah salah satu komponen dari minyak bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai dasar untuk membuat bensin ataupun produk petrokimia. Komponen ini umumnya diproduksi lewat metode destilasi crude oil pada unit pencucian minyak kasar (Crude Distillation Unit/ CDU).

Pada saat ini, pembuatan nafta dengan kapasitas 1 juta ton setahun menghabiskan sekitar 3,03 juta ton per tahun dari minyak mentah.

"Dalam tahap cracking ini, setidaknya 20% nafta akan diproduksi dari bahan dasar minyak mentah. Hal ini pun bergantung pada metode pemanasan dan suhu pendidihan," jelas Menteri Perindustrian.

Di sisi lain, sampai saat ini Indonesia baru mempunyai enam lapangan minyak, dan semuanya adalah aset dengan usia produksi yang cukup tua.

Dari keenam pabrik pengolahan minyak tersebut, hanya dapat menghasilkan nafta sekitar 7,1 juta ton setiap tahunnya. Sementara itu, permintaan nasional untuk nafta pada tahun ini mencapai angka 9,2 juta ton, yang berarti masih diperlukan impor tambahan senilai 2,1 juta ton.

Ini berarti, perlu ada kenaikan kemampuan produksi nafta di dalam negeri.

Menteri Perindustrian menyatakan bahwa nafta merupakan "ibu dari industri petrokimia", sehingga jika bisa diproduksi secara lokal akan mampu mengurangi impor nafta serta produk-produk petrokimia hingga 9 miliar dolar AS setiap tahunnya.

Di samping itu, hal ini juga mempengaruhi pembentukan lapangan pekerjaan serta meningkatkan produksi nasional guna mencapai kedaulatan bahan baku obat di dalam negeri.

"Saat ini, ada beberapa proyek petrokimia berskala besar yang akan mulai berfungsi dalam waktu dekat dan memerlukan sekitar 8 juta ton naphtha setiap tahun," tambahnya.

Sehingga, guna menambah kapasitas kilang minyak di Indonesia, Kemenperin sudah menyampaikan usulan ke Kementerian ESDM agar merancang pembangunan kilang baru di daerah Tuban. Wilayah tersebut sekarang telah dilengkapi dengan pabrik petrokimia milik PT TPPI.

PT TPPI saat ini mengoperasikan dua jenis produksi utama, yakni bidang petrokimia dan bahan bakar. Perusahaan dirancang sebagai sebuah kompleks pemrosesan petrokimia yang terpadu, mencakup berbagai produk olefin dan aroma yang umumnya dipergunakan sebagai bahan dasar dalam industri tekstil dan farmasi, termasuk juga bahan pencair.

Meskipun demikian, fasilitas konversi nafta menjadi olefin masih absen. Oleh karena itu, diperlukan pembentukan sentra olefin yang menggunakan nafta sebagai bahan bakunya di lokasi tersebut. "Ini menunjukkan bahwa Tuban akan menjadi kumpulan pabrik-pabrik besar, yang mengutamakan sektor seperti semen, petrokimia, minyak dan gas, serta industri maritim," jelas Menteri Perindustrian.

Itu sesuai dengan rencana PT Pertamina dalam pengembangan proyek GGR, yang nantinya akan berfungsi sebagai pabrik terpadu untuk memproses minyak mentah menjadi bahan bakar dan produk petrokimiawi bernilai ekonomi tinggi.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah akan mendirikan sebuah pengolahan minyak dengan kapasitas 1 juta barel setiap harinya.

Kapasitas itu melebihi rencana awal sebesar 500.000 barel per jam. Pembangunan pabrik ini direncanakan tersebar di berbagai lokasi.

"Kita berencana membangun sekitar 1 juta barel pada masa depan, dan ini akan kami laksanakan di beberapa lokasi termasuk Kalimantan, Jawa, Sulawesi, serta Maluku-Papua untuk menciptakan keseimbangan," kata Bahlil saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025).

Bahlil menyatakan bahwa pihaknya juga berencana untuk mendirikan instalasi penampungan (storage) yang mampu menampung hingga 1 juta barel setiap harinya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak